“Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian.” (Ali Bin Abi Thalib)

Sekolah merupakan miniatur masyarakat. Namun, alih-alih menjadikan sekolah sebagai wadah membina murid untuk siap terjun dalam masyarakat sesungguhnya, kebanyakan sekolah justru lebih asyik berkutat dalam kemampuan sebatas C1 (baca: pengetahuan dalam Taksonomi Bloom). Kepandaian murid hanya diukur dengan bagaimana ia bisa memahami kemudian menuangkan pengetahuan pada lembar kertas.

Tentu penilaian secara kognitif juga penting, namun alangkah ruginya jika porsinya mendominasi. Sedangkan inti sebuah pendidikan adalah bagaimana murid tidak gagap ketika terjun di masyarakat. Murid mempunyai adab dan kemampuan beradaptasi yang baik sesuai tingkat usianya, dapat mengatasi masalah dan mencari solusi dengan berpedoman pada akhlak Rasulullah.

Peneliti Pusat Riset Pendidikan (BRIN), Dr. Deni Hadiana mengatakan bahwa “Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang dapat memberi perubahan kepada murid.” Perubahan yang dimaksud tentunya adalah perubahan dengan level tertinggi yaitu perubahan perilaku. Apapun kurikulumnya jika hanya mementingkan salah satu kemampuan saja maka bisa dipastikan outputnya tidak akan seimbang.

Kurikulum Prime, adalah kurikulum pengembangan yang sedang diterapkan di Al Azhar Cilacap. Mencontoh metode turunnya pewahyuan kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam yang dilakukan secara berangsur-angsur dan bersifat tematik. Kurikulum ini menggunakan pendekatan yang berbeda, jika biasanya penjiwaan agama ditentukan bergantung kepada mata pelajaran apa yang sedang diajarkan, maka sekarang dilakukan dengan mengedepankan Al-Qur’an sebagai pusat segala keilmuan yang akan turun menjadi ilmu-ilmu yang relevan diajarkan dalam sebuah proyek.

The Little Star’s Show adalah produk dari kurikulum tersebut. Merupakan sebuah proyek besar pembelajaran yang melibatkan semua murid kelas 4, dilakukan selama bulan Januari-Febuari 2024. Berawal dari meneladani sifat Nabi yang sangat handal dalam public speaking, murid kelas 4 membuat sebuah pementasan akbar yang disaksikan oleh orang tua murid dan tamu-tamu undanga lainnya.

Pementasan yang dilakukan anak-anak kelas 4 tersebut antra lain presentasi, recite Surah, Art Show, deklamasi, ice breaking dan banyak lagi. Hebatnya, pementasan tersebut dirancang, dipersiapkan dan murid-murid sendiri yang menjadi Event Organizer nya. Mereka membentuk kepanitian besar yang terbagi menjadi divisi tampilan dan divisi persiapan.

Pada divisi tampilan mereka berkolaborasi mempersiapkan slide canva untuk presentasi, berlatih formasi dan deklamasi secara mandiri. Sedangkan divisi persiapan, mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan dalam pementasan, mulai dari pembuatan benner panggung, dekorasi, operator IT, pengadaan snack untuk penonton (orangtua murid dan tamu undangan), dokumentasi, penerima tamu, MC, serta membuat undangan cetak maupun digital, semuanya murid yang melakukan! Masyaallah.

Mengapa murid kelas 4 bisa melakukannya? Semua bisa terwujud tentunya karena pertolongan dari Allah Subhanahu wataala. Dengan kurikulum yang tepat dan metode yang sesuai, kemampuan murid akan meningkat atas izin Allah. Murid adalah individu yang mempunyai banyak potensi dan tentunya semua potensi tersebut tidak bisa di ukur hanya dengan selembar kertas berisikan angka (baca: nilai). Terperangkap dengan nilai kemudian memberi label kepada murid tersebut berdasarkan nilai, adalah hal yang paling disayangkan.

Lalu bagaimana peran guru? Guru adalah fasilitator dan motivator. Guru akan masuk disaat murid mengalami jalan buntu dan memotivasi ketika semangat murid dititik terendah. Guru tidak lagi menjadi aktor utama, guru adalah teladan dalam pembelajaran.

Begitulah dasyatnya implementasi Al-Qur’an pada kurikulum prime. Mari kita mendahulukan Al-Qur’an dalam pembelajaran, sebagaimana pendahulu kita menjadi hebat karena Al-Qur’an. (Oleh Abdul Ghoni Putra)